Sabtu, 23 Agustus 2014

Becak Khas Suroboyoan dan "Hak Istimewa" nya

Pas naik becak menuju UNAIR Kampus B Fakultas Ilmu Budaya, aku sempat terbengong-bengong karena becak yang aku naiki kok bisa berjalan dengan santainya melawan arus lalu lintas di depannya, dan anehnya lagi kok tak ada pengemudi kendaraan yang terlihat kesal melihat ulah si tukang becak, seperti yang kerap aku lihat di Jakarta. Rasa ingin tahu membuat aku bertanya kepada tukang becak, "Loh! Melawan arus memangnya tak apa-apa di sini, pak'e?". Lalu, ia menjawab, "O tak apa-apa di sini, mas. Kalau masuk ke gang-gang, yang ditegur untuk pelan-pelan bukannya becak-becak, mas. Tapi kendaraan-kendaraan lain, seperti mobil atau motor." Yang lebih membuat saya heran, becak yang aku tumpangi bisa dengan santainya masuk ke area Kampus B. Aku meluncur masuk dengan becak yang aku tumpangi dengan enaknya dan santainya ke jalanan kampus, melewati gedung Fakultas Ilmu Sosial & Politik, hingga akhirnya sampai ke depan gedung Fakultas Ilmu Budaya. Tanpa ada hambatan apa-apa. Tanpa ditanya KTP. Tanpa syarat. Masuk mulus ke dalam wilayah kekuasaan kampus. Dari situ, aku berkesimpulan bahwa becak-becak di Surabaya benar-benar kendaraan yang sangat merakyat, sehingga tak perlu dibatasi gerak-geriknya, tak perlu ditata dengan aturan yang njelimet, tak perlu dilarang keberadaannya, walaupun dia masuk ke dalam ruang-ruang dan jalan-jalan yang melingkari area kampus. Huebat tenan! Inilah hak privilege tukang becak Suroboyo!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar